Rabu, 01 Mei 2019

Jurnalistik Penyiaran


DASAR-DASAR JURNALISTIK PENYIARAN

Broadcast
Kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran (UU No 32/2002 Tentang Penyiaran)

Penyiaran Radio dan TV
•Penyiaran Radio:
Media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yg teratur dan berkesinambungan
•Penyiaran TV:
media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan
Penyelenggaraan Penyiaran(Pasal 6 UU32/2002)
•Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional
•Dalam sistem penyiaran nasional sebagaimana dimaksud di atas, Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Spektrum Frekuensi Radio adalah ranah publik, karena itu penyiaran perlu ijin, sedangkan pers cetak tidak lagi (sejak UU Pers 40/1999)
•Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal
•Untuk penyelenggaraan penyiaran dibentuk sebuah Komisi Penyiaran
Komisi Penyiaran Indonesia mengawasi isi siaran penyiaran, dan memberikan sanksi atas pelanggaran P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran)

ESENSI JURNALISME
•Menyampaikan informasi kepada publik sedemikian sehingga publik dapat mengambil keputusan yang berakibat baik bagi kehidupannya
(9 Elemen Jurnalisme, Bill Kovach & Tom Rosentiel)
•Konsekuensinya produk jurnalistik harus memenuhi Kode Etik Jurnalistik dalam proses kerja maupun hasil akhirnya: Akurat, Lengkap, Berimbang, Independen, Jujur, dll
KEJ Indonesia
•Contoh: Ada infotainment yang kutip paranormal soal sebaran abu panas Merapi, itu bukan jurnalistik karena bikin susah publik. Ribuan orang yang ada di radius aman pindah ke pengungsian karena ketakutan setelah nonton tayangan itu.
Contoh lain, pemberitaan media TV soal Rusuh Makam Mbah Priok dianggap justru meningkatkan eskalasi kekerasan, korban jatuh lebih banyak. Juga kasus dua koran yang memprovokasi kekerasan dalam konflik di Ambon 1999

Broadcast Journalism
(jurnalisme penyiaran)
Pekerjaan dan Produk Jurnalistik yang disiarkan melalui perangkat elektronik termasuk radio (via udara/satelit, kabel dan Internet), televisi (via udara/satelit, kabel dan Internet) dan, sebagaimana perkembangan terakhir adalah melalui Internet itu sendiri. Produk jurnalistik penyiaran mengandung unsur gambar (baik statis maupun bergerak/hidup), teks visual dan/atau suara (UU Penyiaran No 32/2002)

Kekuatan Jurnalisme TV
TV dikenal sebagai medium komunikasi paling berpengaruh bagi produk jurnalistik. Di banyak negara, TV adalah sumber utama berita bagi penduduknya. Aspek visual dan audio-nya juga menempatkan berita TV sangat berdampak, pada setiap pemirsa dipandang lebih persuasif  Marshall McLuhan menggambarkan sebagai “the medium is the message”, Understanding Media).
Berita televisi dianggap lebih atraktif karena beragam visual
(beauty shoots, action, schock), dengan soundbite pendek (20 sec) dan editing yang dinamis (fast cuts). Jurnalisme TV berkembang sangat pesat di Indonesia sejak Reformasi 1998.

Kekuatan Jurnalisme Radio
•Kecepatan. Lokal
•Prinsip 3 C:
-Clear
-Concise
-Correct
Clear : jelas, lengkap, tdk ambigu
Concise: Singkat, padat, to the point agar pendengar “stay”
Correct : data yg akurat, berimbang, obyektif, perlakuan setara bagi narasumber

Mengapa Kode Etik Penting, Bagi Wartawan Televisi?
•Karena menggunakan ranah publik, maka harus digunakan untuk sebesar-besarnya manfaat publik
•Berbagai studi menunjukkan efek tayangan audio visual lebih dahsyat ketimbang media cetak. Tayangan televisi membangun persepsi yang bertahan lama di benak penonton
•Tayangan tv masuk secara gratis ke ruang keluarga – penonton tidak punya kontrol, kecuali sudah melek media sehingga memilih tayangan yang baik. Bagaimana dengan anak-anak?
Atau yang belum melek media?
•TV ditonton lebih banyak orang. Studi AC Nielsen menunjukkan penetrasi siaran TV ke penduduk Indonesia rata-rata 90%. Di daerah perkotaan mencapai 95%, di pedesaan 80%. --orang miskin kota yg berumah kardus pun punya tv kecil, karena itu hiburan paling murah.
•Karena penetrasinya yang besar maka efek merugikan/buruk serta efek menguntungkan/baik yang diakibatkan tayangan televisi menjadi berlipat ganda ketimbang informasi yang disajikan media cetak
•Karena itu pula hukuman yang dikenakan kepada tayangan TV lebih berat ketimbang yang dikenakan kepada informasi yang dimuat media cetak. Tidak terkecuali tayangan jurnalistik TV.

Contoh Pengenaan Sanksi Bagi Tayangan TV (dan Radio)
Produk Jurnalistik rawan melanggar:
•Pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP, ancaman sanksi pidana 1 tahun untuk yang tertulis atau dalam hal ini dimaksudkan dipublikasikan. Ada sanksi denda yang ringan tapi sudah lama tidak digunakan oleh pengacara maupun hakim. Pengacara akan menggunakan dua gugatan, termasuk perdata)
•Penyebaran berita bohong/fitnah (Pasal 311 KUHP, ancaman sanksi pidana 4 tahun penjara, kecuali dapat dibuktikan berita untuk KEPENTINGAN PUBLIK)/pembelaan diri)
•Perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KUHP, ancaman sanksi pidana 1 tahun penjara, khusus dalam hal ini bisa ditahan. Perlakuan sama dengan perbuatan pidana dengan ancaman penjara 5 tahun ke atas)
Naskah Produk Jurnalistik Penyiaran TV
•Biasanya cenderung singkat, padat, bahasa sederhana, memenuhi unsur 5W+1H, bertutur (story telling)
•Penonton TV cenderung heterogen, meliputi beragam SES, Usia, Profesi/Pekerjaan, Pendidikan, dll. Pembaca media cetak lebih homogen, dan tersegmentasi.
Bandingkan dengan pelanggaran yang sama, sanksi menurut UU Penyiaran:
•Pasal 35 (5) UU Penyiaran, Isi Siaran dilarang:
a. Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan/atau bohong;
b. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau
C. Mempertentangkan suku, agama, ras dan antar golongan.
•Pelanggaran atas isi pasal tersebut di atas dikenakan sanksi penjara paling lama 5 tahun dan denda maks Rp 10 Miliar (untuk televisi). Untuk radio dendanya maks Rp 1 Miliar
UU ITE
Pencemaran nama baik dihukum dengan sanksi penjara maksimal 6 tahun!!! contohnya Kasus Prita Mulyasari
, Padahal, hampir semua media cetak dan elektronik saat ini memiliki versi online news, bahkan menggunakan jejaring sosial seperti Twitter, Facebook, Youtube untuk promosi maupun “posting” berita
Bagaimana menghindari jeratan sanksi pidana maupun perdata? UU Penyiaran? UU ITE? UU Pornografi?
•Wartawan harus profesional. Ikuti pelatihan kompetensi wartawan dan ujian untuk mendapatkan setifikat kompetensi wartawan
•Mematuhi regulasi/UU menjadi tanggung jawab utama pelaku penyiaran/pers
•Mematuhi dan menjalankan kode etik jurnalistik menjadi tanggung jawab setiap wartawan, termasuk wartawan TV/Radio

Tidak ada komentar: