Dalam
berbagai ayatnya, Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah SWT, adalah tuhan yang
menganugerahkan hidup dan menentukan mati.
Diantaranya:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ ثُمَّ يَتَوَفَّاكُمْ ۚ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْ لَا يَعْلَمَ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ قَدِيرٌ
Diantaranya:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ ثُمَّ يَتَوَفَّاكُمْ ۚ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْ لَا يَعْلَمَ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ قَدِيرٌ
Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu, dan diantara kamu ada yagn
dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun) supaya dia tidak mengetahui
lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui
lagi maha kuasa (Q.S. Al-Nhal, 16: 70).
Dari ayat ini kita mengetahui bahwa kematian “suatu saat” pasti datang entah
itu dimasa kanak-kanak, muda, atau lanjut usia.
Ayat ini menyinggung tentang ketidak berdayaan dimasa tua yang dialami oleh sebagian manusia ketika mereka dianugerahi umur panjang.
Ayat ini menyinggung tentang ketidak berdayaan dimasa tua yang dialami oleh sebagian manusia ketika mereka dianugerahi umur panjang.
Demikian halnya bila sebelum ajal tiba,
seseorang dalam rentang waktu yang panjang tertimpa berbagai penyakit yang
menyebabkan dia harus mendapatkan perawatan dan perhatian medis.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk ayat 2,
Artinya :
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
di ingatkan bahwa hidup dan mati ada ditangan Allah yang ia ciptakan untukmenguji iman, amalah, dan ketaatan manusia terhadap tuhan, penciptanya.
Karena itu, Islam sangat memperhatikan keselamatan hidup dan kehidupan manusia sejak ia berada di rahim ibunya sampai sepanjang hidupnya.
Dan untuk melindungi keselamatan hidup dan kehidupan manusia itu, Islam menetapkan berbagai norma hukum perdata dan hidup manusia itu, Islam menetapkan norma hukum perdata dan pidana beserta sanksi-sanksi hukumannya, baik di dunia berupa hukuman haddar qisas termasuk hukuman mati, diyat (denda) atau ta’zir, ialah hukuman yang ditetapkan oleh ulul amr atau lembaga peradilan, maupun hukuman diakhirat berupa siksaan Tuhan dineraka kelak.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk ayat 2,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
di ingatkan bahwa hidup dan mati ada ditangan Allah yang ia ciptakan untukmenguji iman, amalah, dan ketaatan manusia terhadap tuhan, penciptanya.
Karena itu, Islam sangat memperhatikan keselamatan hidup dan kehidupan manusia sejak ia berada di rahim ibunya sampai sepanjang hidupnya.
Dan untuk melindungi keselamatan hidup dan kehidupan manusia itu, Islam menetapkan berbagai norma hukum perdata dan hidup manusia itu, Islam menetapkan norma hukum perdata dan pidana beserta sanksi-sanksi hukumannya, baik di dunia berupa hukuman haddar qisas termasuk hukuman mati, diyat (denda) atau ta’zir, ialah hukuman yang ditetapkan oleh ulul amr atau lembaga peradilan, maupun hukuman diakhirat berupa siksaan Tuhan dineraka kelak.
Pengertian Bunuh diri
Bunuh diri yang dalam bahasa inggris dinamakan
Suicide, memiliki arti dalam bahasa latin “sui” yang berarti diri sendiri (self), dan “cide” yang berarti membunuh (kill), sehingga suicide adalah membunuh diri sendiri. .
Charleton (Wennberg, 1990) mengungkapkan bahwa bunuh diri digambarkan sebagai tindakan merusak diri (destroying oneself); membunuh diri (murdering oneself) dan pembantaian terhadap diri (slaughtering oneself), tetapi Donne (Wennberg, 1990) mengungkapkan bahwa bunuh diri lebih identik dengan self homicide daripada murdering oneself, karena dalam arti yang lebih spesifik self homicide memiliki arti membunuh yang disengaja pada diri sendiri (a killing of self) sementara istilah murdering oneself berarti pembunuhan yang salah pada diri sendiri (the wrongfull killing of self). Seorang sosiolog dari Perancis bernama Email Durkheim (Oltmanns, 2013) memandang bunuh diri sebagai masalah sosial, dan tertarik dengan fakta sosial, seperti kelompok religius dan partai daripada aspek psikologis atau biologisnya.
Orang yang nekad bunuh diri, biasanya karena putus asa diantara penyebabnya adalah penderitaan hidup. Ada orang yang menderita fisiknya (jasmaninya), karena memikirkan sesuap nasi untuk diri dan keluarganya. Keperluan pokok dalam kehidupan sehari-hari tidak terpenuhi, apalagi pada jaman sekarang ini, pengeluaran lebih besar dari pemasukan.
Adapula orang yang menderita batinnya yang berakibat patah hati, hidup tidak bergairah, masa depannya keliatan suram, tidak bercahaya. Batinnya kosong dari cahaya iman dan berganti dengan kegelapan yang menakutkan. Penderitaan kelompok kedua ini, belum tentu karena tidak punya uang, tidak punya kedudukan, dan tidak punya nama, karena semua itu belum tentu dan ada kalanya tidak dapat membahagiakan seseorang, pada media masa kita baca ada jutawan, artis dan ada tokoh yang memilih mati untuk mengakhiri penderitaanya itu, apakah penderitaan jasmani atau penderitaan batin.
Kalau kita perhatikan, maka tampak jelas, baik kelompok pertama maupun kedua, sama-sama tidak mampu menghadapi kenyataan dalam hidup ini. Mereka tidak mampu menghayati dalam memahami, bahwa dunia ini dengan segala isinya adalah pemberian Allah dan pinjaman yang akan dikembalikan, dan suka dukapun silih berganti dalam menghadapinya.
Hidup dan mati itu ada ditangan Allah SWT dan merupakan karunia dan wewenang Allah SWT, maka Islam melarang orang melakuakn pembunuhan, baik terhadap orang lain (kecuali, dengan alasan yang dibenarkan oleh agama) maupun terhadap dirinya sendiri (bunuh diri) dengan alasan apapun.
1. Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang Bunuh diri
Bunuh diri yang dalam bahasa inggris dinamakan
Suicide, memiliki arti dalam bahasa latin “sui” yang berarti diri sendiri (self), dan “cide” yang berarti membunuh (kill), sehingga suicide adalah membunuh diri sendiri. .
Charleton (Wennberg, 1990) mengungkapkan bahwa bunuh diri digambarkan sebagai tindakan merusak diri (destroying oneself); membunuh diri (murdering oneself) dan pembantaian terhadap diri (slaughtering oneself), tetapi Donne (Wennberg, 1990) mengungkapkan bahwa bunuh diri lebih identik dengan self homicide daripada murdering oneself, karena dalam arti yang lebih spesifik self homicide memiliki arti membunuh yang disengaja pada diri sendiri (a killing of self) sementara istilah murdering oneself berarti pembunuhan yang salah pada diri sendiri (the wrongfull killing of self). Seorang sosiolog dari Perancis bernama Email Durkheim (Oltmanns, 2013) memandang bunuh diri sebagai masalah sosial, dan tertarik dengan fakta sosial, seperti kelompok religius dan partai daripada aspek psikologis atau biologisnya.
Orang yang nekad bunuh diri, biasanya karena putus asa diantara penyebabnya adalah penderitaan hidup. Ada orang yang menderita fisiknya (jasmaninya), karena memikirkan sesuap nasi untuk diri dan keluarganya. Keperluan pokok dalam kehidupan sehari-hari tidak terpenuhi, apalagi pada jaman sekarang ini, pengeluaran lebih besar dari pemasukan.
Adapula orang yang menderita batinnya yang berakibat patah hati, hidup tidak bergairah, masa depannya keliatan suram, tidak bercahaya. Batinnya kosong dari cahaya iman dan berganti dengan kegelapan yang menakutkan. Penderitaan kelompok kedua ini, belum tentu karena tidak punya uang, tidak punya kedudukan, dan tidak punya nama, karena semua itu belum tentu dan ada kalanya tidak dapat membahagiakan seseorang, pada media masa kita baca ada jutawan, artis dan ada tokoh yang memilih mati untuk mengakhiri penderitaanya itu, apakah penderitaan jasmani atau penderitaan batin.
Kalau kita perhatikan, maka tampak jelas, baik kelompok pertama maupun kedua, sama-sama tidak mampu menghadapi kenyataan dalam hidup ini. Mereka tidak mampu menghayati dalam memahami, bahwa dunia ini dengan segala isinya adalah pemberian Allah dan pinjaman yang akan dikembalikan, dan suka dukapun silih berganti dalam menghadapinya.
Hidup dan mati itu ada ditangan Allah SWT dan merupakan karunia dan wewenang Allah SWT, maka Islam melarang orang melakuakn pembunuhan, baik terhadap orang lain (kecuali, dengan alasan yang dibenarkan oleh agama) maupun terhadap dirinya sendiri (bunuh diri) dengan alasan apapun.
1. Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang Bunuh diri
a. Depresi
Depresi adalah
salah satu penyakit mental, namun gejalanya agak sulit dikenali atau
disadari. Seringnya seseorang menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan
dirinya, namun ia tidak tahu cara keluar dari masalah.
b.
Impulsif
Implusif Ini berarti melakukan
sesuatu berdasarkan dorongan hati (impulse).
c.
Masalah sosial
Ada
beberapa orang yang berniat tidak ingin bunuh diri, tapi akhirnya ia meninggal
secara tidak sengaja karena ulahnya sendiri.
d.
Sakit mental lainnya
Studi
Psychological Autopsy menemukan bahwa dalam kasus bunuh diri ditemukan adanya
satu atau lebih diagnosis sakit mental pada 90% orang yang bunuh diri.
e.
Pengalaman buruk.
Trauma yang terjadi pada masa kecil dapat
terkonsep pada alam bawah sadar kita, sehingga ada kesulitan untuk keluar dari
ketakutan tersebut. Trauma tersebut akan menghambat seseorang, bahkan jika
seseorang tidak sanggup memaafkan diri sendiri atas hal buruk yang terjadi
padanya. Dampak fatalnya, ia berisiko bunuh diri.[3]
Hukum Bunuh diri dalam pandangan Islam
Ulama
menyebut bahwa bunuh diri adalah dosa besar.
Sebab perbuatan ini adalah bentuk dari ketidaksabaran seseorang ketika menghadapi sebuah ujian, putus asa serta mendahului kehendak syar’iyyah Allah SWT meliputi
Padahal Allah sangat menyayangi hambanya dan melarang bunuh diri. Allah berharap manusia dapat membangun kehidupan yang baik di dunia, namun malah menyerah dan mengakhiri hidupnya.
Sebab perbuatan ini adalah bentuk dari ketidaksabaran seseorang ketika menghadapi sebuah ujian, putus asa serta mendahului kehendak syar’iyyah Allah SWT meliputi
- Tujuan Penciptaan Manusia,
- Proses Penciptaan Manusia ,
- Hakikat Penciptaan Manusia ,
- Konsep Manusia dalam Islam,
- dan Hakikat Manusia Menurut Islam.
Padahal Allah sangat menyayangi hambanya dan melarang bunuh diri. Allah berharap manusia dapat membangun kehidupan yang baik di dunia, namun malah menyerah dan mengakhiri hidupnya.
Dalil-dalil syar’i yang melarang bunuh diri dengan alasan apapun, ialah:
1. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 4-2
1. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 4-2
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
29.” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
Hadits Nabi riwayat Bukhari dan
Muslim dari jundub bin Abdullah r.a:
“telah ada diantara orang-orang sebelum kamu seorang lelaki yang mendapat luka, lalu keluh kesahlah ia. Maka ia mengambil pisau lalu memotong tangannya dengan pisau itu kemudian tidak berhenti-henti darahnya keluar sehingga ia mati. Maka Allah bersabda, ”Hambaku telah menyegerakan
kematiannya sebelum aku mematikan.” aku mengharamkan surga untuknya”.
Ayat Al-Qur’an dan Hadist tersebut di atas dengan jelas menunjukkan, bahwa bunuh diri itu di dilarang keras oleh Islam dengan alasan apapun. Dengan demikian keliru sekali, kalau ada anggapan, bahwa dengan jalan bunuh diri, segala persoalan telah selesai dan berakhir. Padahal azab penderitaan yang lebih berat, telah menyongsong di akhirat kelak
“telah ada diantara orang-orang sebelum kamu seorang lelaki yang mendapat luka, lalu keluh kesahlah ia. Maka ia mengambil pisau lalu memotong tangannya dengan pisau itu kemudian tidak berhenti-henti darahnya keluar sehingga ia mati. Maka Allah bersabda, ”Hambaku telah menyegerakan
kematiannya sebelum aku mematikan.” aku mengharamkan surga untuknya”.
Ayat Al-Qur’an dan Hadist tersebut di atas dengan jelas menunjukkan, bahwa bunuh diri itu di dilarang keras oleh Islam dengan alasan apapun. Dengan demikian keliru sekali, kalau ada anggapan, bahwa dengan jalan bunuh diri, segala persoalan telah selesai dan berakhir. Padahal azab penderitaan yang lebih berat, telah menyongsong di akhirat kelak
Pengertian Euthanasia dan Macam-Macamnya
Kata euthanasia berasal dari bahsa yunani eu yang berarti baik dan thanatos yang berarti
kematian.Pengertian euthanasia menurut Yusuf Qardhawi ialah tindakan memudahkan
kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit-karena kasih
sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif
maupun negatif.
Dalam dunia kedokteran dikenal dua macam euthanasia,
yaitu
yaitu
- euthanasia aktif
- dan euthanasia pasif.
ialah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan kedalam tubuh pasien tersebut.
Euthanasia
pasif
ialah tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pemberian obat ini berakibat mempercepat kematian pasien.
ialah tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pemberian obat ini berakibat mempercepat kematian pasien.
Dilihat
dari sisi orang atau individu yang akan melakukan euthanasia, dapat dibagi
menjadi empat macam metode:
- 1. Euthanasia
sukarela.
Hal ini dilakukan oleh individu yang secara sadar menginginkan kematian. - 2. Euthanasia
non-sukarela.
Hal ini terjadi ketika individu yang bersangkutan tidak mampu untuk menyetujui karena faktor umur, ketidakmampuan fisik dan mental. - 3. Euthanasia
tidak sukarela.
Hal ini terjadi ketika pasien sedang sekarat dapat ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilkukan. - 4. Bantuan
untuk bunuh diri.
Hal ini sering di klafikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia
Latar
Belakang Terjadinya Euthanasia
Biasanya euthanasia terjadi ketika seseorang
mengidap suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan,sehingga si penderita
penyakit ini merasa putus asa dan akhirnya melakukan euthanasia ini.
Latar belakang dilakukannya euthanasia karena
berbagai penyakit atau penderitaan, diantaranya sebagai berikut;
Seseorang
menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga penderita
sering pingsan.Orang
yang mengalami keadaan koma yang sangat lama, misalnya karena bagian otaknya
terserang penyakit atau bagian kepalanya mengalami benturan yang sangat keras.
Dalam keadaan demikian ia hanya mungkin dapat hidup dengan mempergunakan alat bantu pernapasan, sedangkan dokter berkeyakinan bahwa penderita tidak akan dapat disembuhkan.
Dalam keadaan demikian ia hanya mungkin dapat hidup dengan mempergunakan alat bantu pernapasan, sedangkan dokter berkeyakinan bahwa penderita tidak akan dapat disembuhkan.
Hukum Euthanasia
Dalam islam, segala upaya atau perbuatan yang
berakibat matinya seseorang, baik disengaja maupun tidak disengaja, tidak dapat
dibenarkan, kecuali dengan tiga alasan, sebagaimana disebutkan dalam hadis
Nabi;
“Tidak halal
darah seorang Muslim selain karena salah satu dari tiga perkara, yaitu melakukan
perbuatan zina setelah ihshan (kawin secara sah), murtad setelah masuk Islam,
atau membunuh jiwa tanpa alasan yang benar, maka dia dibunuh karenanya.. (HR
Al-Tirmidzi).
Dari hadis tersebut dipahami bahwa di luar dari yang
telah disebutkan berarti tidak ada pembunuhan secara sengaja terhadap manusia.
Pembunuhan secara sengaja terhadap orang yang sedang sakit berarti mendahului
takdir Allah. Allah telah menentukan batas akhir usia manusia. Dengan cara
mempercepat kematian seseorang, berarti pasien tidak mendapatkan manfaat dari
ujian yang diberikan Allah Swt.kepadanya, yakni berupa tawakal dan tabah
kepada-Nya.
Rasullah Saw.bersabda:
“Tidaklah menimpa kepada seseorang Muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu” (HR Bukhari dan Muslim).
Rasullah Saw.bersabda:
“Tidaklah menimpa kepada seseorang Muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu” (HR Bukhari dan Muslim).
Memudahkan proses kematian secara aktif
(euthanasia positif) seperti pada contoh nomor satu tidak diperkenankan oleh
syara’.Dalil yang tidak membolehkan terhadap masalah ini, baik pembunuhan jiwa
orang lain maupun membunuh diri sendiri,seperti disebutkan dalam firman Allah
surat Al-An’am ayat 151:
151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu
Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu
karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka,
dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[518]".
demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).”
[518] Maksudnya yang
dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan
sebagainya.
Dalam
surat Al-Nisa’ ayat 92 Allah berfirman:
92.” dan
tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja)[334], dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin
karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman
serta membayar diat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh)
dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka
(hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya[337], Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan
berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
[334]
Seperti: menembak burung terkena seorang mukmin.
[335]
Diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap
sesuatu jiwa atau anggota badan.
[336]
Bersedekah di sini Maksudnya: membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat.
[337]
Maksudnya: tidak mempunyai hamba; tidak memperoleh hamba sahaya yang beriman
atau tidak mampu membelinya untuk dimerdekakan. menurut sebagian ahli tafsir,
puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat
dan memerdekakan hamba sahaya.
Dari Dalil-dalil di atas jelas bahwa tidak dibenarkan bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab , tindakan itu termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja.
Dari Dalil-dalil di atas jelas bahwa tidak dibenarkan bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab , tindakan itu termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar