Tasawuf Akhlaki : Pengertian, Tingkatan, dan Tokoh-tokohnya
Pengertian Tasawuf
Menurut para ahli sejarah, Tasawuf dalam islam lahir sekitar abad ke-2 atau di awal abad ke-3 Hijriyah. Tasawuf dapat diistilakan sebagai ajaran mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan usaha mensucikan hati untuk memperoleh kebahagian abadi. Sedangkan orang-orang yang mendalami ilmu tasawuf dikenal dengan istilah sufi.
Namun hingga detik ini, para ulama masih berselisih paham terkait definisi kata tasawuf secara bahasa (etimologi). Ada yang menyebutnya sebagai shuffah (serambi tempat duduk), shafa’ (suci bersih), shuf (pakaian dari bulu domba), shaf (barisan), dan shufanah (kayu yang tumbuh di padang pasir). Sedangkan menurut imam Junaidi Al Bhagdad, Tasawuf diartikan sebagai upaya untuk mengenal Allah SWT (merasa tidak memiliki apapun dan tidak dimiliki siapapun kecuali Allah SWT) dengan melakukan akhlak yang baik menurut Sunnah Rasul, meninggalkan Akhlak buruk, dan melepaskan hawa nafsu.
Secara keseluruhan, ilmu tasawuf dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu tasawuf akhlaki, tasawuf amali, dan falsafi. Dalam kesempatan kali ini, kita akan mengkaji aliran tasawuf akhlaki lebih mendalam. Mulai dari definisi, tingkatan ajaran, dan tokoh-tokohnya.
Pengertian Tasawuf Akhlaki dan Tingkatannya
Tasawuf Akhlaki merupakan tasawuf yang berfokus pada perbaikan akhlak dan budi pekerti, berupaya mewujudkan perilaku yang baik (Mahmudah) serta menghindarkan diri dari sifat-sifat tercela (Mazmumah). Tasawuf akhlaki ini disebut juga dengan tasawuf sunni, dikembangkan oleh para ulama salaf as-salih dengan menerapkan metode-metode tertentu.Menurut para sufi, pengembangan tasawuf akhlaki dibangun sebagai dasar latihan kerohanian dengan tujuan mensucikan hati dan mengendalikan hawa nafsu sampai ke titik terendah. Sehingga nantinya tidak akan ada penghalang yang membatasi manusia dengan Tuhannya. Nah, agar lebih mudah dalam mewujudkan ajaran Tasawuf Akhlaki ini, para sufi menyusun beberapa tahapan sistem, yang meliputi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
- Takhalli
Namun imam Al-Ghazali mempunyai pendapat lain. Menurutnya, selama hidup di dunia setiap manusia pasti membutuhkan nafsu. Bukan untuk melakukan hal-hal buruk, tapi nafsu diperlukan demi menjaga keharmonisan keluarga, membela harga diri, dan hal-hal positif lainnya
- Tahalli
Selain itu, juga menjalankan ketentuan syariat agama, seperti sholat, puasa, zakat, membaca Al-Quran, dan berhaji bila mampu. Dengan demikian, apabila seseorang telah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan mulia, taat dan beriman kepada Allah SWT maka lama-kelamaan hati pun akan menjadi bersih.
- Tajalli
Ritual Tajalli biasanya dilakukan dengan cara bermunajat kepada Allah SWT, yaitu memuja dan memuji keagungan Allah SWT. Kemudian bermusahabah (merenungi dosa-dosa yang telah diperbuat), muraqabah (merasa jiwa selalu diawasi oleh Allah SWT), Tafakkur (merenungi kekuasaan Allah dalam menciptakan alam semesta), serta memperbanyak amalan dizikir.
Tokoh Sufi yang Mengembangkan Tasawuf Akhlaki
Tasawuf Akhlaki pertama kali berkembang di pertengahan abad kedua hingga abad keempat hijriyah. Adapun tokoh-tokoh sufi yang tergabung dalam tasawuf ini , meliputi Hasan Al-Bashri, Imam Abu Hanifa, al-Junaidi al-Bagdadi, al-Qusyairi, as-Sarri as-Saqeti, dan al-Harowi. Selanjutnya di abad kelima hijriyah, imam Al Ghozali, Al Harawi, dan Al Qusyairi mulai mengadakan pembaharuan dengan mengembalikan dasar-dasar tawasuf yang sesuai dengan Al Quran dan as Sunnah.Berikut ini beberapa tokoh yang paling berpengaruh dalam pengembangan tasawuf akhlaki:
- Hasan Al-Basri (21 H- 110 H)
Menurut pandangannya, tasawuf merupakan ajaran untuk menanamkan rasa takut (baik itu takut akan dosa-dosa, takut tidak mampu memenuhi perintah dan larangan Allah, takut akan ajal atau kematian ) di dalam diri setiap hamba dan senantiasa mengingat Allah SWT. Beliau berpendapat bahwa dunia adalah ladang beramal, banyak duka cita di dunia dapat memperteguh amal sholeh.
- Al-Muhasibi (165 H – 243 H)
Beliau juga berpendapat ada 3 hal yang perlu ditekankan untuk membersihkan jiwa dan mencapai jalan keselamatan, yaitu melalui Ma’rifat (Mengenal Allah SWT dengan mata hati), Khauf (rasa takut), dan Raja’ ( pengharapan).
- Al-Qusyairi (376 H- 465 H)
Ajaran tasawuf Al-Qusyairi didasarkan pada doktrin Ahlusunnah Wal Jama’ah dan berlandasakan ketauhidan. Beliau mengadakan pembaharuan di ajaran tasawuf, dengan menentang keras doktrin-doktrin aliran Karamiyah, Syi’ah, Mu’tazilah, dan Mujassamah. Ia juga menjelaskan pembeda antara dzahir dan bathil, serta syariat dan hakikat. Menurutnya, tidak haram jika seseorang menikmati kesenangan dunia, asalkan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Assunnah.
- Al-Ghazali (450 H – 505 H)
Seperti halnya Al-Qusyairi, Al-Ghazali juga berupaya mengembalikan ajaran tasawuf yang sesuai syariat agama dan bersih dari aliran-aliran asing yang menyesatkan islam, dengan berpedoman pada Al Quran dan As sunnah (Ajaran Rasulullah Saw). Tasawuf Al-Ghazali lebih kepada penekanan pendidikan moral, dimana seseorang dianjurkan memperdalam ilmu aqidah dan syariat terlebih dahulu sebelum mempelajari ketasawufan.
Itulah sedikit ulasan mengenai ajaran tasawuf akhlaki. Yang perlu kita pahami, bahwa memang penting bagi seorang hamba mendekatkan diri kedapa Allah SWT. Namun bukan berarti kita melalaikan urusan di dunia. Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup,
sebagai firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 105:
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah: 105)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar