MANUSIA SEBAGAI OBJEK DAKWAH
A. Hakekat manusia sebagai objek dakwah
· Hakikat Dakwah
Pengertian dakwah bagi kalangan awam disalahartikan dengan pengertian yang sempit terbatas pada ceramah, khutbah atau pengajian saja. Pengertian dakwah bisa kita lihat dari segi bahasa dan istilah. Berikut akan dibahas pengertian dakwah secara etimologis dan pengertian dakwah secara terminologis.
· Pengertian dakwah secara etimologis
Kata dakwah adalah berasal dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yang berarti memanggil, mengundang atau mengajak. Di dalam kamus al-Munjid fi al-Lughoh wa al-a’lam disebutkan makna da’I sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau mazhabnya. kata da’a mempunyai beberapa makna antara lain memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi. Dalam Al-Quran kata dakwah ditemukan tidak kurang dari 198 kali dengan makna yang berbeda-beda setidaknya ada 10 macam yaitu; mengajak dan menyeru, berdo’a, mendakwa, mengadu, memanggil, meminta, mengundang.
Dari makna yang berbeda tersebut sebenarnya semuanya tidak terlepas dari unsur aktifitas memanggil. Mengajak adalah memanggil seseorang untuk mengikuti kita, berdoa adalah memanggil Tuhan agar mendengarkan dan mengabulkan permohonan kita, mendakwa adalah memanggil orang dengan anggapan tidak baik, mengadu adalah memanggil untuk menyampaikan keluh kesah, meminta hampir sama dengan berdoa hanya saja objeknya lebih umum bukan hanya Tuhan, mengundang adalah memanggil seseorang untuk menghadiri acara, malaikat Israfil adalah yang memanggil manusia untuk berkumpul di padang Masyhar dengan tiupan Sangkakala. Kata memanggil pun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meliputi beberapa makna yang diberikan Al-Quran yaitu mengajak, meminta, menyeru, mengundang, menyebut dan menamakan. Maka bila digeneralkan makna dakwah adalah memanggil.
Definisi dakwah dari literature yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah antara lain adalah:
- Dakwah adalah perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik (Aboebakar Atjeh, 1971:6).
- Dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh Muhammad Al-Khadir Husain).
- Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
4.Dakwah adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin)
Dari defenisi para ahli di atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat.
Setelah kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasive bukan represif, karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Maka penyebaran Islam dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa dikatakan sesusai dengan misi dakwah.
· Hakikat Manusia
1. Pengertian Manusia
Menurut bahasa, manusia itu sendiri berasal dari kata “Nasia” yang artinya lupa. Maksudnya adalah bahwa manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan Allah sewaktu di alam ruh. Dalam arti lain, hakikat manusia memang pelupa. Hadits Rasul menjelaskan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Al-Qur’an menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam istilah yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-insaan, an-naas, al-basyar, dan banii Adam. Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperlukan teguran dan peringatan. Sedangkan kata an-naas (terambil dari kata an-naws yang berarti gerak; dan ada juga yang berpendapat bahwa ia berasal dari kata unaas yang berarti nampak) digunakan untuk menunjukkan sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau sekelompok tertentu dari manusia.
Manusia disebut al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia menunjukkan pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan ke mana ia akan kembali.
Penggunaan istilah banii Aadam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil evolusi dari makhluk anthropus (sejenis kera).
Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.
2. Tugas manusia
Tugas manusia di muka bumi berdasarkankan tuntunan Al-Qur’an setidaknya ada dua, yaitu sebagai khalifah dan sebagai ma’bud. Dari dua tugas tersebut, dalam perspektif filsafat dakwah, bisa ditarik suatu benang, bahwa tugas manusia adalah sebagai subjek dakwah (da’i) dan objek dakwah (mad’u). karena pada dasarnya da’i dan mad’u merupakan tugas manusia sebagai wujud dari perilaku ma’bud pula, sebagaimana perintah Allah dalam firman-Nya dan sabda Rasulullah saw yang pada intinya memerintahkan untuk melaksanakan dakwah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
3. Subjek Dakwah (Da’i)
Da’i/muballigh adalah setiap orang yang mengajak, memerintahkan orang di jalan Allah (fi-Sabiilillah), atau mengajak orang untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW. Berhasil tidaknya gerakan dakwah sangat ditentukan oleh kompetensi seorang da’i, yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan prilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, oleh karena itu para da’i harus memilikinya, baik kompetensi substantif maupun kompetensi metodologis.
4. Objek Dakwah (Mad’u)
Objek dakwah (mad’u) ialah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia, sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. As-Saba’: 28).[1]
B. Karakter objek dakwah berdasarkan sosiologi dan psikolog
· Dalam Ilmu sosiolog
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sedangkan dakwah secara bahasa (etimologi) adalah seruan, panggilan, undangan atau do’a.
Jadi, Sosiologi Dakwah adalah Ilmu sosial yang mempelajari masyarakat dengan menggunakan metode – metode yang mencakup individu, keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial, supaya berlandaskan al-Quran dan As-sunnah untuk mewujudkan Islam sehingga terwujud khairul ummah (masyarakat madani).
· Dalam Ilmu Psikologi
Psikologi berdasarkan kegunaannya ada dua macam, yang pertama psikologi teoritis, yaitu ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan untuk gejala-gejala itu sendiri. Yang kedua psikologi praktis/terapan, yaitu ilmu yang membahas segala sesuatu tentang jiwa untuk digunakan dalam praktek. Jika dikaitkan dengan psikologi dakwah, yang mana makna secara sepintas dapat kita definisikan sebagai ilmu pengetahuan yang bertugas mempelajari atau membahas tentang segala gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah.
Dari definisi diatas, dapat kita simpulkan bahwa psikologi dakwah merupakan psikologi praktis atau psikologi terapan, karena penggunaannya lebih pada prakteknya.
Disamping itu pula yang dibahas dalam psikologi dakwah ialah mengenai masalah tingkah laku manusia dilihat dari segi interaksi dan interrelasi serta interkomunikasi dengan manusia lain dalam hidup kelompok sosial, disamping masalah hidup individu dengan kelainan- kelainan watak dan personality, mendapat tekanan-tekanan analisis yang mendasar dan menyeluruh, karena tidak dapat dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial
· Prilaku Mad’u
Roger menyarakan bahwa cara terbaik untuk memahami prilaku mad’u atau audiens adalah dengan melihatnya dari sudut kerangka acuan internal individu itu sendiri. Cobalah untuk secara empatik memikirkan posisi audiens untuk dijadikan sebagai variable yang berkaitan dengan audiens, ada beberapa pengukuran deskriptif umum dan factor-faktor yang berguna untuk diperhitumgkan dalam menganalisa audiens, yaitu
1. Usia
Jelas bahasa dalam menghadapi audiens yang rata-rata berusia 10 tahun memerlukan persiapan yang berbeda dengan jika menghadapi audiens yang berusia 40 tahun, walupun masalah yang dibicarakan sama secara psikilogis anak – anak sangat berbeda dengan kelompok audiens dewasa dalam menangkap sebuah makna pesan, dan perbedaan itu sering menjadi masalah.
2. Jenis Kelamin
Audiens yang terdiri atas 20 orang pria memiliki perbedaan pandangan yang besar dibandigkan audiens dengan 20 orang wanita. Audiens yang terdiri atas 10 pria dan 10 wanita memiliki perbedaan dengan audiens yang homogen. Audiens yang terdiri atas 19 pria dan 1 wanita bisa membuat pembicara mengganti lelucon dan contoh yang diberikan, dan itu bukan karena ada seorang wanita, tetapi harapan 19 pria yang dirasakan pembicara akan disadari pula oleh seorang wanita itu.
3. Pendidikan
Pendidikan seorang manusia merupakan jumlah keseluruhan pengetahuannya. Sekolah formal sudah diakui merupakan cara tercepat dan system untuk mendapatkan pengetahuan dibandingkan cara lainnya. Oleh karena itu, tingkat pendidikan seseorang bisa menjadi informasi berharga dalam merencanakan pendekatan yang akan digunakan. Bahasa dan kosa kata yang pergunakan harus sesuai dengan tingkat pendidikan audiens. Jenis sekolah yang diikuti juga merupakan salah satu factor yang harus dipertimbangkan. Audiens dengan latar belakang tenik yang cukup tinggi akan memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan yang latar belakang agama atau umum. Jadi, tingkat pendidikan merupakan permasalahan tersendiri.
4. Pekerjaan
Prosedur menyusun jenis manusia berdasarkan pekerjaanya akan sama rumitnya dengan membuat klasifikasi berdasarkan latar belakang sekolahnya. Namun, informasi mengenai jenis pekerjaan ini cukup bermanfaat kita bisa memperkirakan tingkat pendapatan dan hal lain yang berhubungan dengan itu melalui jenis pekerjaan dan latar belakang pendidikan audiens.
5. Keanggotaan dalam kelompok Primer
Sebagian besar diantara kita menjadi anggota berbgai kelompok. Sehingga bisa diperkirakan keseragaman audiens acap kali goyah. Sebagai contoh : audiens dalam konvensi politik di Amerika Serikat mungkin mendukung 100% partai politik atau partai demokrat, tetapi juga bisa terpecah pecah berdasrkan kenggotaan pada kelompok–kelompok seperti agama, keturunan, dan pekerjaan. Hal tersebut sebetulnya bukan masalah bahkan kenggotaan pada kelompok ini bisa membantu perencanaan persiapan menghadapi audiens.
C. Teknik dakwah berasarkan karakteristik mad’unya
· Pengertian mad’u
Mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara individu, kelompok, baik yang beragama islam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
· Mengenal Rumpun Mad’u.
Banyak pendapat tentang teknik dakwah berdasarkan karakteristik mad’unya dan bagaimana rumpun mad’u itu, akan tetapi yang sangat mendekati dengan kultur adalah pengelompokan yang dikemukakan dalam literatur ini didasarkan kepada tipologi dan klasifikasi masyarakat yaitu berdasarkan tipologi, masyarakat dibagi dalam lima tipe, yaitu :
a) Tipe inovator, yaitu masyarakat yang memilki keinginan keras pada setiap fenomena sosial yang bersifat membangun, bersifat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah, biasanya tipe inovator itu didalmnya terdapat politikus atau masyarakat yang mempunyai organisasi khusus, berdakwah pada kalangan ini dengan menguasai informasi yang terkait didalamnya misalnya dalam politik, audiens yang mempunyai tujuan dan minat yang sama akan cendrung lebih tergerak hatinya
b) Tipe pelopor, yaitu masyarakat yang selektif dalam menerima pembaharuan dengan pertimbangan tidak semua pembaharuan membawa perubahan yang positif. Tipe pelopor ini dialamnya terdapat golongan intelektual seperti mahasiswa, dosen dan ilmuan. Berdakwah dikalang ini harus mengetahui ilmu dibidangnya sesuai dengan audiens yang akan menghadirinya dan menggunakan kata kata yang dapat memotivasi audiens.
c) Tipe pengikut dini, yaitu masyarakat sederhana yang kadang-kadang kurang siap dengan resiko dan umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini umumnya kelompok kelas dua di dalam masyarakat bisa disebut juga dengan masyarakat awam pada umumnya, pada tipe ini strategi yang digunakan tidak begitu sulit agar bisa dterima dan di amalkan dengan mengetahui latar belakang lingkungan tempat tinggal dan kebudayaan atau kebiasaan
d) Tipe skeptis, yaitu masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak kepada anggota masyarakat yangmemandang suatu hal secara tidak pasti, curiga, atau meragukan terhadap sikap pembaharuan, sehingga gerakan pembaharuan memerlukan waktu dan pendekatan yang sesuai untuk masuk. Tipe ini biasanya sering didapati di lingkungan perumahan elite berdasarkan survey dominan hidup masing masing atau tidak bertetangga. Berdakwah pada tipe ini harus dikemas dengan semenarik mungkin dengan mengetahui latar belakang pekerjaan, pendidikan dan lingungan hidup.
e) Tipe kolot, cirri-cirinya, tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar terdesak oleh lingkungannya. Dapat disebut juga dengan masyarakat pedalaman atau primitf, berdakwah pada tipe ini cukup sulit karena masyarakat pedalaman pada umumnya kental akan prinsip kebudayaan yang mereka hormati dan kepercayaan yang mereka anut sejak dahulu. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengtahui dengan benar tentang kebudayaan yang dianut oleh audiens tanpa bersinggungan dengan kebiasaan yang audiens lakukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar