Tafsir menurut bahasa artinya
menyingkap (membuka) dan melahirkan.
Adapun pengertian tafsir menurut para
ulama yaitu sebagai berikut:
Menurut Al-Kilabi
Tafsir adalah
menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang
dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.
Menurut Syekh Al-Jazairi
Tafsir pada
hakikatnya adalah menjelaskan lafadz yang sukar dipahami oleh pendengar dengan
mengemukakan lafadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan
mengemukakan salah satu dialah lafadz tersebut.
Menurut Az-Zakkasyi
Tafsir adalah ilmu
yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang
diturunkan kepada Rasulullah serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan
hikmahnya.
Sedangkan menurut Abu Hayyan
tafsir
adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an serta cara
mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna yang terkandung di
dalamnya.
Menurut Al-Jurjani
Tafsir pada asalnya
, ialah membukadan melahirkan. Dalam istilah syara’, ialah menjelaskan makna
ayat, urusannya, kisahnya, dan sebab diturunkannya ayat, dengan lafazh yang
menunjukannya secara terang.
Macam-Macam Tafsir
Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber dari nash-nash, baik nash
al-Qur’an, sunnah Rasulullah saw, pendapat (aqwal) sahabat, ataupun perkataan
(aqwal) tabi’in. Dengan kata lain yang dimaksud dengan tafsir bi al-ma’tsur adalah
cara menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, menafsirkan ayat Al
Qur’an dengan sunnah, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat,
atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in.
a. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an:
Misalnya dalam surat Al-Hajj: 30
“Dan telah dihalalkan bagi kamu semua
binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya…”. Kalimat
‘diterangkan kepadamu’ (illa ma yutla ‘alaikum) ditafsirkan dengan
surat
al-Maidah:3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.. “
b. Menafsirkan Al-Qur’an dengan
As-Sunnah/Hadits
Contoh Surat Al-An’am ayat 82:
الذين
آمنوا
ولم
يلبسوا
إيمانهم
بظلم
أولئك
لهم
الأمن
وهم
مهتدون
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan dan
mereka orang-orang yang mendapat petunjuk”
Kata “al-zulm” dalam ayat tersebut,
dijelaskan oleh Rasul Allah saw dengan pengertian “al-syirk” (kemusyrikan).
c. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat
para sahabat
Contoh surat an-Nisa’ ayat 2
Mengenai penafsiran sahabat terhadap
Alquran ialah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Halim dengan Sanad yang
saheh dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menerangkan ayat ini:
وآتوا
اليتامى
أموالهم
ولا
تتبدلوا
الخبيث
بالطيب
ولا
تأكلوا
أموالهم
إلى
أموالكم
إنه
كان
حوبا
كبيرا
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh)
harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu
makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan
memakan) itu, adalah dosa yang besar.”
Kata ”hubb” ditafsirkan oleh Ibnu Abbas
dengan dosa besar
d. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat
para Tabi’in:
Contoh Surat Al-Fatihah:
Penafsiran Mujahid bin Jabbar tentang
ayat: Shiraat al-Mustaqim yaitu kebenaran.
Contoh bukunya:
1)
Jami al-bayan
fi tafsir Al.Qur’an, Muhammad B. Jarir al. Thabari, W. 310 H. terkenal dengan
tafsir Thabari
2)
Bahr al-Ulum,
Nasr b. Muhammad al- Samarqandi, w. 373 H. terkenal dengan tafsir al-
Samarqandi.
3)
Ma’alim
al-Tanzil, karya Al-Husayn bin Mas’ud al Baghawi, wafat tahun 510, terkenal
dengan tafsir al Baghawi.
Yaitu penafsiran Al-Qur’an berdasarkan
rasionalitas pikiran (ar-ra’yu), dan pengetahuan empiris (ad-dirayah). Tafsir
jenis ini mengandalkan kemampuan “ijtihad” seorang mufassir, dan tidak
berdasarkan pada kehadiran riwayat-riwayat (ar-riwayat). Disamping aspek itu
mufassir dituntut untuk memiliki kemampuan tata bahasa, retorika, etimologi,
konsep yurisprudensi, dan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan wahyu
dan aspek-aspek lainnya menjadi pertimbangan para mufassir.
Contoh surat al-Alaq: 2
“Khalaqal insaana min ‘alaq”
Kata alaq disini diberi makna dengan
bentuk jamak dari lafaz alaqah yang berarti segumpal DARAH yang kental
a)
Tafsir Terpuji (Mahmud)
Suatu
penafsiran yang cocok dengan tujuan syar’i, jauh dari kesalahan dan kesesatan,
sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, serta berpegang teguh pada
ushlub-ushlubnya dalam memahami nash Al-Qur’an.
b)
Tafsir Al-Bathil Al-Madzmum
Suatu
penafsiran berdasarkan hawa nafsu, yang berdiri di atas kebodohan dan
kesesatan. Manakala seseorang tidak faham dengan kaidah-kaidah bahasa Arab,
serta tujuan syara’, maka ia akan jatuh dalam kesesatan, dan pendapatnya tidak
bisa dijadikan acuan.
Contoh bukunya:
1)
Mafatih
al-Ghayb, Karya Muhammad bin Umar bin al-Husain al Razy, wafat tahun 606,
terkenal dengan tafsir al Razy.
2)
Anwar al-Tanzil
wa asrar al-Ta’wil, Karya ‘Abd Allah bin Umar al-Baydhawi, wafat pada tahun
685, terkenal dengan tafsir al-Baydhawi.
3)
Aal-Siraj
al-Munir, Karya Muhammad al-Sharbini al Khatib, wafat tahun 977, terkenal
dengan tafsir al Khatib.
3. Tafsir Bil
Isyari
Suatu
penafsiran diamana menta`wilkan ayat tidak menurut zahirnya namun disertai
usaha menggabungkan antara yang zahir dan yang tersembunyi.”
Contoh :
“...Innallaha ya`murukum an tadzbahuu baqarah…” Yang mempunyai makna ZHAHIR adalah
“……Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina…” Tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna
dengan “….Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah…”
Contoh dalam kisah :
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami [4].”
Penjelasan: Allah telah menganugerahkan
ilmu-Nya kepada Khidhir tanpa melalui proses belajar sebagaimana yang dilakukan
oleh orang-orang biasa. Ia memperoleh ilmu karena ketaatan dan kesalihannya. Ia
jauh dari maksiat dan dosa. Ia senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Dalam
kesuciannya, Khidhir diberikan ilmu dari sisi-Nya yang dinamakan ilmu ladunni
menggunakan pendekatan qalbi (hati) atau rasa.
Contoh bukunya:
1)
Tafsir
al-Qur’an al Karim, Karya Sahl bin ‘Abd. Allah al-Tastari, terkenal dengn
tafsir al Tastari.
2)
Haqa’iq
al-Tafsir, Karya Abu Abd. Al-Rahman al- Salmi, terkenal dengan Tafsir al-Salmi.
3)
Tafsir Ibn
‘Arabi, Karya Muhyi al-Din bin ‘Arabi, terkenal dengan nama tafsir Ibn ‘Arabi.
TAKWIL
Menurut lughat takwil adalah
menerangkan dan menjelaskan. Adapun pengertian takwil menurut para ulama yaitu
sebagai berikut:
Menurut
Al-Jurzani
takwil adalah memalingkan satu lafazh dari makna lahirnya
terhadap makna yang dikandungnya, apabila makna alternatif yang dipandangnya
sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan As-sunnah.
Menuurut ulama khalaf takwil
adalah
mengalihkan suatu lafazh dari makna yang rajih pada makna yang marjuh karena
ada indikasi untuk itu.
Menurut sebagian ulama lain takwil
ialah menerangkan salah satu makna yang dapat diterima oleh lafazh
Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan takwil adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat)
Al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari
lafazh itu.
Kata ta’wīl berasal dari kata al-awl,
yang berarti kembali (ar-rujǔ’) aatau dari kata al-ma’ǎl yang artinya tempat
kembali (al-mashīr) dan al-aqībah yang berarti kesudahan.Ada yang menduga bahwa
kata ini berasal dari kata al-iyǎlah yang berarti mengatur (al-siyasah).
Sedangkan menurut istilah menurut Al-Jurjani: ialah memalingkan lafad dari
makna yang dhahir kepada makna yang muhtamil, apabila makna yang mu’yamil tidak
berlawanan dengan al-quran dan as-sunnah.
“Bahwasanya rabb mu sungguh
memperhatikan kamu” [5]
Tafsirnya: Bahwasanya allah senantiasa
dalam mengintai-intai memperhatika keadaan hambanya”
Ta’wil : Menakutkan manusia dari
berlalai-lalai, dari lengah mempersiapkan persiapan yang perlu.
TERJEMAH
Arti terjemah menurut bahasa adalah
salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau mengganti, menyalin, memindahkan
kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain.
Sedangkan menurut istilah seperti yang
dikemukakan oleh Ash-Shabuni: “Memindahkan bahasa Al-Qur’an ke bahasa lain yang
bukan bahasa ‘Arab dan mencetak terjemah ini kebeberapa naskah agar dibaca
orang yang tidak mengerti bahasa ‘Arab, sehingga dapat memahami kitab Allah
SWt, dengan perantaraan terjemahan.”
Pada dasarnya ada tiga corak
penerjemahan, yaitu:
Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah, yaitu
menerangkan makna atau kalimat dan mensyarahkannya, tidak terikat oleh
leterlek-nya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya (sinonim dengan
tafsir)
Terjamah harfiyah bi Al-mistli, yaitu
menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata sinonimnya
(muradif) ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
Terjemah harfiyah bi dzuni Al-mistl,
yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli kedalam bahasa lain dengan
memperhatikan urutan makna dan segi sastranya.
PERBEDAAN TAFSIR, TAKWIL DAN
TERJEMAH
Perbedaan tafsir dan takwil di satu
pihak dan terjemah di pihak lain adalah bahwa berupaya menjelaskan makna-makna setiap
kata di dalam Al-Qur’an dan mengalihkan bahasa Al-Qur’an yang aslinya bahasa
Arab ke bahasa non Arab.
Para mufassirin telah berselisih
tentang makna tafsir dan takwil:
-
Menurut Abu
Ubaidah: “Tafsir dan takwil satu makna.” Pendapat ini di bantah oleh para ulama
yaitu diantaranya Abu Bakar Ibnu Habib an-Naisabury
-
Menurut
Al-Raghif Al-Ashfahani: “Tafsir itu lebih umum dan lebih banyak dipakai
mengenai kata-kata tunggal, sedangkan takwil lebih banyak dipakai mengenai makna dan susunan kalimat.
-
Menurut
setengah ulama : “Tafsir menerangkan makna lafazh yang tidak menerima selain
dari satu arti. Sedangkan takwil menetapkan makna yang dikehendaki oleh suatu
lafazh yang dapat menerima banyak makna, karena ada dalil-dalil yang
menghendakinya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa perbedaan tafsir dan
takwil yaitu:
Tafsir itu lebih umum dari takwil
karena dipakai dalam kitab Allah dan lainnya, sedangkan takwil itu lebih banyak
digunakan dalam kitab Allah.
Tafsir pada umumnya digunakan pada
lafazh dan mufradat (kosakata), sedangkan takwil pda umumnya digunakan untuk
menunjukan makna dan kalimat.
Takwil diartikan juga sebagai
memalingkan makna suatu lafazh dari makna yang kuat (ar-rajih) ke makna yang
kurang kuat (al-marjuh), karena disertai dalilyang menunjukan demikian.
Sedangkan tafsir menjelaskan makna suatu ayat berdasarkan makna yang kuat. Para ulama ada juga yang
berpendapat bahwa tafsir adalah penjelasan yang berdasarkan riwayah, dan
takwilberdasarkan dirayah.
METODE TAFSIR
Ulama selalu berusaha untuk memahami
kandungan al-Quran sejak masa ulama salaf sampai masa modern. Dari sekian lama
perjalanan sejarah penafsiran al-Quran, banyak ditemui beragam tafsir dengan
metode dan corak yang berbeda-beda. Dari sekian banyak macam-macam tafsir,
ulama mencoba membuat menglasifikasikan tafsir dengan sudut pandang yang
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya.
Jika dilihat dari segi etnis atau cara
bagaimana mufassir menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an, maka tafsir itu dapat
dikategorikan dalam beberapa macam yaitu:
- Tahlili
- Muqarran
- Ijmali
- Maudhu’i
2.6 CORAK TAFSIR
Tafsir merupakan karya manusia yang
selalu diwarnai pikiran, madzhab, dan disiplin ilmu yang ditekuni oleh
mufassirnya, oleh karena itu buku-uku tafsir mempunyai berbagai corak pemikiran dan madzhab.
Diantara corak tafsir yaitu adalah sebagai berikut:[9]
1. Tafsir Shufi
Tafsir shufi yaitu suatu karya tafsir
yang diwarnai oleh teori atau pemikiran
tasawuf, baik tasawuf teoritis(at-tasawuf an-nazhary) maupun tasawuf praktis
(at-tasawuf al-‘amali).
2. Tafsir Falsafi
Yaitu suatu karya tafsir yang bercorak
filsafat. Artinya dalam menjelaskan suatu ayat, mufassir merujuk pendapat
filosof. Persoalan yang diperbincangan dalam suatu ayat dimaknai berdasarkan
pandangan para ahli filsafat.
3. Tafsir Fiqhi
Yaitu penafsiran al-Qur’an yang
bercorak fiqih, diantara isi kandungan al-Qur’an adalah penjelasan mengenai
hukum, baik ibadah maupun muamalah. Tafsir fiqih ini selain lebih banyak
berbincang mengenai persoalan hukum , juga kadang-kadang diwarnai oleh ta’asub
(fanatik). Buku-buku tafsir fiqhi ini dapat pula dikategorikan kepada corak
lain yaitu tafsir fiqhi hanafi, maliki, syafi’i, dan hambali.
4. Tafsir ‘Ilmi
Yaitu tafsir yang bercorak ilmu
pengetahuan modern, khususnya sains
eksakta. Tafsir ini selalu mengutiip teori-teori ilmiah yang berkaitan
denagn ayat yang sedang ditafsirkan. Seperti
biologi, embriologi, geologi, astronomi, pertanian, perterrnakan, dan
lain-lain. Contoh tafsir yang bercorak ilmi yaitu: Al-Jawahir fi Tafsir
Al-Qur’an Al-karim karya Thanthawi Jauhari dan Mafatih Al-Ghaib karya Ar-Razi,
Khalq Al-Insan Bayna Ath-Thib Wa Al-Qur’an karya Muhammad Ali Al-Bar.
5. Corak Al-Adabi WaAl-Ijtima’i
Yaitu tafsir yang bercorak sastra
kesopanan dan sosial. Dengan corak ini mufassir mengungkap keindahan dan ke
agungan Al-Qur’an yang meliputi aspek balagah, mukjizat, makna, dan tujuannya.
Mufassir berusaha menjelaskan sunnah yang terdapat pada alam dan sistem sosial
yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan berusaha memecahkan persoalan kemanusiaan
pada umumnya dan umat islam pada khususnya, sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an.[10]